Ikat Rambut Pink, 15.

A.
4 min readNov 18, 2022

--

cw: mention of alcohol, clubbing, alcohol consuming, kissing

“Ayo pulang.” Suara Jeno memecahkan keheningan yang sedari tadi menyelimuti kedua insan itu. Dirinya pun bangkit dari duduknya, membereskan beberapa barangnya yang berserakan selama menunggu Jaemin berkutik dari tempatnya. Dari ekor matanya, ia dapat melihat Jaemin yang masih sibuk dengan pekerjaannya, seakan-akan menganggap ajakannya sebagai angin lalu. “Jaemin, ayo pulang.”

Jaemin pun mendongakkan pandangannya dari laptopnya. “Masih banyak yang belum. Kalo Bapak mau duluan, duluan aja. Saya mau nyelesaiin ini dulu.” Jeno mendengus pelan. Tangannya pun menoel lengan atas Jaemin, membuat fokus Jaemin kembali kepadanya. “Kenapa Pak?”

“Ayo, pulang. Udah malem, sekarang udah jam 9,” ulangnya. Nadanya masih pelan, penuh kesabaran. “Kerjaannya lanjut besok aja, gak akan dimarahin Pak Jaehyun kok.”

Alis kanan Jaemin terangkat, tatapan matanya pun terlihat meragukan pernyataan Jeno. Jeno menghela napasnya, meraih ponsel di sakunya. Jarinya menari sebentar di sana, sebelum menyodorkan ponselnya ke arah Jaemin. “Nih, Papa yang nyuruh kamu pulang. Disuruh cari makan dulu juga.”

Jaemin manggut-manggut paham. Melihat bahwa ajakan pulang ini berasal dari perintah dari atasannya, Jaemin pun langsung bergerak. Dirinya sibuk berbenah, sementara Jeno tak melepaskan pandangannya dari Jaemin barang satu detik pun.

“Ayo,” kata Jaemin. “Tapi saya belum mau pulang, Pak. Lagi penat.”

“Terus? Kamu mau kemana?”

Jaemin menunduk. Sebenarnya, dia memang sudah memiliki rencana untuk menghabisi hari Jum’atnya ini dengan berpesta ria. Sialnya, hukuman dari atasannya ini menyita waktunya, walau pun memang belum terlalu malam untuk memulai pestanya. Tetapi, kondisinya sekarang adalah Jeno, yang masih terbilang atasannya, sedang bersamanya. Ditambah dengan pesan dari Jaehyun yang meminta Jeno untuk mengantarnya pulang.

“Ditanya kok diem?”

“Saya mau ke club sih Pak sebenernya. Gak usah ditemenin gapapa kok, nanti bilang aja ke Pak Jaehyun kalo saya udah nyampe rumah.”

“Kan kamu belum makan malem, masa mau mabok?”

Jaemin mengendikkan bahunya, “Ya nanti cari angkringan dulu paling.”

Jeno mengangguk paham. “Yaudah,” jawabnya pasrah.

“Yaudah apa Pak?”

“Yaudah saya temenin.”

Lah?

Suara alunan lagu khas klub malam memenuhi telinga Jaemin. Pandangannya pun mulai kabur bersamaan dengan gelas kesekian yang ia konsumsi. Pikirannya juga sudah mulai berantakan, dimulai dari rasa kesal dengan atasannya hingga rasa kagum pada sosok di hadapannya.

“Pak, beneran gapapa nih? Saya bisa pulang-hiks- sendiri padahal.” Tanya Jaemin, tangan kirinya yang menggantung ia bawa melingkari leher Jeno. “Tapi kalo Bapak mau, saya sih mau-mau aja kalo dibawake rumah Bapak.”

Jeno terkekeh geli, ia pun melingkarkan tangannya di pinggang ramping Jaemin, membawanya mendekat hingga tak ada celah sedikit pun diantara keduanya. “Mau saya bawa pulang?” Bisiknya tepat di telinga Jaemin. Suaranya yang berat, dan juga sedikit serak, membuat Jaemin meremang.

“Hihi, dengan suka hati!” Tak tahan dengan kegemasan Jaemin, Jeno pun mencubit pipi tembamnya, sedikit memainkannya. “Mas, ah, lepasin! Sakit,” rajuk Jaemin.

Jeno menaikkan sebelah alisnya. Panggilan yang berubah dari Jaemin tentu tidak luput dari perhatiannya. “Mas ya?” Tanya Jeno menggoda, membuat dirinya semakin gemas dengan sosok di hadapannya itu.

Jaemin pun mengerucutkan bibirnya, tanda ia tidak menyetujui dan menyukai perilaku Jeno yang mencubit pipinya. “Kalo gemes cium aja, jangan cubit-cubit!” Tawa Jeno pun akhirnya lepas bersamaan dengan cubitannya pada pipi Jaemin. Jaemin memiringkan kepalanya kebingungan. “Kenapa ketawa ih?”

“Gapapa, kamu lucu aja kalo lagi mabok.”

“Jadi biasanya aku gak lucu?”

Sial. Salah langkah rupanya.

Jeno mencolek dagu Jaemin. “Lucu kok tetep, tapi kalo lagi gini lucunya ningkat beratus-ratus kali lipat.”

“Gemes gak?”

Jeno mengangguk, “Gemes. Banget malah.”

“Terus kok gak dicium?”

Waduh. Beneran salah langkah.

“Pengen banget dicium?”

Senyuman Jaemin mengembang, menunjukkan deretan giginya yang rapih sempurna. Dirinya pun mengangguk semangat, “Mau! Hehe.”

Jeno tahu, lawan mainnya ini sudah mulai kehilangan kesadarannya. Jeno juga tahu, lawan mainnya ini bukanlah sembarang orang seperti lawan mainnya yang terdahulu. Maka Jeno hanya bisa bergeming, menimbang langkah selanjutnya yang harus ia jalankan tanpa terjebak dalam permainan Jaemin.

“Kok diem aja? Gak mau nyium aku?”

Pertanyaan simpel yang dilontarkan dengan nada yang begitu memprihatinkan. Pertanyaan yang membuat Jeno membuang semua akal sehatnya, toh lagi mabok.

Jeno kembali mengeratkan tangannya yang bertengger manis di pinggang Jaemin, sementara Jaemin mengalungkan kedua tangannya di leher Jeno. Tangan kanan Jeno menangkup pipi Jaemin, mengelusnya. Ibu jarinya pun menyusuri bibir ranum yang sedari tadi menggodanya, menekannya sedikit.

Suara rengekan tertahan memasuki telinganya, memperoleh tawa remeh dari bibirnya, sebelum ia mempertemukan birainya dengan milik Jaemin. Ciuman yang awalnya hanya saling menempel, perlahan-lahan berubah menjadi lumatan kecil. Keduanya begitu rakus, seakan tidak ada hari esok, saling melumat dan menikmati tiap senti bagian mulut lawan mainnya.

Jeno menarik dirinya ketika ia merasa Jaemin menjambak pelan rambut bagian belakangnya. Ia memandang lawan mainnya dengan lamat-lamat, bibir bengkak, pipi memerah, dan mata sayu yang begitu menggoda. Persetan dengan moral, ia ingin melihat lebih lama, dan banyak lagi, ekspresi Jaemin yang begitu menggoyahkan pendiriannya.

“Come on, I’ll take you home.”

--

--